Di Hong Kong, LPPOM Menegaskan Halal-Thayyib Untuk Menjadi Kunci Ketahanan Industri Kosmetik Modern
Industri kecantikan sedang mengalami transformasi, meninggalkan fokus pada estetika dan beralih ke tanggung jawab moral dan lingkungan. Konsumen menginginkan produk yang aman dan berkelanjutan. Kosmetik halal muncul sebagai standar baru di tengah transformasi ini yang mengutamakan keberlanjutan. LPPOM menegaskan bahwa prinsip halal dan thayyib adalah dasar industri kosmetik kontemporer yang berkelanjutan melalui partisipasinya di The Sustainable Cosmetics Summit di Hong Kong. Diharapkan kosmetik yang memiliki sertifikat halal dari BPJPH dapat memanfaatkan peluang ini.
Industri kecantikan di seluruh dunia sekarang bergerak menuju arah baru. Konsumen masa kini mempertimbangkan kosmetik berdasarkan moralitas, keamanan, dan keberlanjutan, bukan hanya penampilan atau aroma. Di tengah transformasi ini, kosmetik halal muncul sebagai standar baru yang menggabungkan aspek spiritual, ilmiah, dan ekologis. Konsep ini telah terbukti sesuai dengan konsep keberlanjutan. Produk Indonesia yang memiliki sertifikat halal BPJPH harus memanfaatkan kesempatan ini.
Baca Juga Artikel : Cara Cek Status Sertifikasi Halal Produk Favorit Kamu,Panduan Praktis dan Akurat
Di Sustainable Cosmetics Summit yang diadakan di Regal Hotel, Hong Kong pada 11 November 2025, masalah ini menjadi perhatian utama. Dengan menghadirkan para pakar terkemuka dari seluruh dunia, seperti Amarjit Sahota, pendiri ECOVIA INTELLIGENCE, Laurent Milet, manajer umum COSMOS-STANDARD ASBL, dan Nathaëlle Davoust, CEO MELVITA, acara bergengsi ini membahas bahan ramah lingkungan, rencana ketahanan, dan solusi pembungkus hijau. Asya Fathya Nur Zakiah dari Indonesia, Halal Auditor & International Halal Partner dari Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) LPPOM, mengatakan bahwa keberlanjutan dan kosmetik halal adalah dua prinsip yang mendukung industri kecantikan yang beretika dan bertanggung jawab.
Konsep halal tidak dapat dipisahkan dari nilai thayyib, yang berarti baik dan bermanfaat, menurut orang Asia. Produk kosmetik yang halal tidak boleh mengandung bahan haram dan harus menggunakan bahan yang aman dan bermanfaat. Proses produksi juga harus dipastikan tidak merusak lingkungan dalam jangka waktu dekat atau yang akan datang.
“Ketika kita menilai kehalalan suatu produk, sebenarnya kita juga menilai seberapa sustainable produk itu. Proses yang bersih, bahan yang aman, dan sistem produksi yang bertanggung jawab adalah bagian dari prinsip halal itu sendiri,” kata Asya.
Halal di Indonesia memiliki dasar hukum yang kuat. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 42 Tahun 2024 menetapkan bahwa semua produk kosmetik yang dijual harus memiliki sertifikat halal dari BPJPH (Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal). Kewajiban ini secara bertahap dilaksanakan. Regulasi ini akan berlaku penuh untuk produk kosmetik pada Oktober 2026. Ini menempatkan Indonesia di antara negara yang memiliki sistem sertifikasi halal paling lengkap di dunia.
Sebagai otoritas penerbit sertifikat halal, BPJPH bekerja sama dengan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH), seperti LPPOM, dalam pelaksanaan pemeriksaan produk. LPH bertanggung jawab untuk melakukan pemeriksaan dan verifikasi menyeluruh terhadap bahan dan proses produksi sebelum sertifikat diterbitkan.
Proses ini dilakukan dengan cermat dan ilmiah. Setiap bahan yang digunakan dalam kosmetik ditelusuri dari mana mereka berasal dan bagaimana mereka diolah. Misalnya, gliserin yang terkandung dalam sabun dapat berasal dari tumbuhan atau dari sumber hewan yang harus dipastikan berasal dari hewan halal yang disembelih sesuai hukum. Komponen pewangi atau aroma juga penting karena dapat mengandung antara puluhan dan ratusan bahan turunan yang kompleks.
Untuk memastikan bahwa bahan-bahan yang tampak aman, seperti jojoba oil atau cetyl palmitate, tidak tercemar dengan bahan-bahan yang berbahaya atau tidak diizinkan. Metode komprehensif ini menjadikan sertifikasi halal sebagai peraturan formal dan mendorong pembuatan produk yang lebih bersih, aman, dan ramah lingkungan. Ini adalah inti dari konsep sustainability itu sendiri.
Selain itu, Asya menyatakan bahwa kosmetik halal memiliki aspek keberlanjutan yang kuat karena mempertimbangkan rantai nilai secara keseluruhan, mulai dari pemilihan bahan hingga pengemasan. Produk kosmetik halal harus aman bagi pengguna, tidak berbahaya bagi lingkungan, dan tidak melibatkan eksploitasi hewan. Dengan kata lain, dengan mendapatkan sertifikat halal BPJPH, produk tersebut secara tidak langsung mematuhi prinsip kelangsungan hidup karena memastikan keamanan, etika, dan tanggung jawab sosial selama proses produksi.
LPPOM menawarkan inovasi pembelajaran bernama “Halal On 30”, sebuah sesi online 30 menit yang menjelaskan cara memperoleh sertifikat halal dengan mudah dan praktis untuk membantu para pelaku industri kosmetik memahami proses ini. Untuk bisnis yang ingin memastikan produk mereka memenuhi persyaratan halal tetapi tetap mempertimbangkan nilai keberlanjutan, program ini dapat diakses melalui bit.ly/HalalOn30.
Produk kosmetik yang memiliki sertifikat halal BPJPH tidak hanya memastikan bahwa aman bagi pengguna muslim, tetapi juga menunjukkan kepercayaan dan komitmen terhadap praktik industri berkelanjutan. Label halal menjadi penanda bahwa suatu produk telah melalui proses yang bersih, aman, dan bertanggung jawab di zaman ketika masalah estetika hijau dan konsumen moral meningkat.
“Halal bukan hanya tentang apa yang boleh dan tidak boleh, tetapi tentang bagaimana kita bisa menciptakan kecantikan yang tidak merugikan siapa pun, termasuk bumi tempat kita hidup,” kata Asya.
Pernyataan ini dengan sempurna menggambarkan hubungan antara kosmetik halal dan keberlanjutan. Kedua gagasan ini bekerja sama untuk menciptakan standar baru dalam industri kecantikan, di mana keindahan diukur dari niat dan proses di balik produk, serta dari hasil akhir.