Indonesia Bisa Nomor Satu, Tergantung SDM dan Paradigma Pelaku Usaha

Indonesia Bisa Nomor Satu, Tergantung SDM dan Paradigma Pelaku Usaha

 

JAKARTA- Indonesia Bisa Nomor Satu, Tergantung SDM dan Paradigma Pelaku Usaha,Data State of the Global Islamic Economy (SGIE) telah menempatkan Indonesia di posisi kedua, sebagai negara dengan potensi Industri Makanan Minuman Halal di dunia. Malaysia berada diposisi pertama berdasarkan data SGIE tersebut.

Kondisi Indonesia tersebut membuat Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Dr Muhammad Aqil Irham optimis, bahwa tinggal satu tahap lagi Indonesia bisa berada di peringkat pertama. Hal ini karena kebijakan (policy) pemerintah yang memberikan berbagai terobosan seperti halnya Sertifikat Halal gratis untuk pelaku Usaha Mikro Kecil (UMK) melalui program SEHATI dapat menunjang hal tersebut.

Baca Juga Artikel: Label Halal Indonesia Yang Di Tetapkan Tahun 2022 Berlaku Secara Nasional

Menurut Ketua Halal Center Sahabat Halal Indonesia, Nanang Fauzi, apa yang telah dilakukan pemerintah (BPJPH) dalam upaya menjadikan Indonesia berada di peringkat pertama dalam hal potensi industri makanan dan minuman halal, akan mudah bila ditunjang oleh tersedianya SDM bidang halal yang mampu berperan optimal, serta paradigma dari Pelaku Usaha yang memandang kewajiban produk ber Sertifikat Halal itu bukan menjadi beban.

“Dengan tersedianya SDM bidang halal yang handal, yang mampu berperan optimal, serta paradigma Pelaku Usaha yang tidak memandang kewajiban produk ber Sertifikat Halal, baik itu produk berupa barang ataupun jasa, sebagai sebuah beban, maka apa yang diharapkan Kepala BPJPH akan mudah terwujud. Bila tersedia banyak SDM Penyelia Halal yang handal maka bisa menangani banyak pelaku usaha yang punya semangat, namun mereka tidak tahu apa itu Proses Produk Halal (PPH) yang sesuai regulasi, serta bagaimana menyusun dokumen yang menjadi syarat pendaftaran Sertifikat Halal. Dengan paradigma Pelaku Usaha yang memandang bahwa Sertifikat Halal adalah penguat daya saing dihadapan 200 juta lebih konsumen muslim, maka mereka tidak hanya menunggu dan menunggu kesempatan mendapatkan program gratis dari pemerintah,” jelas Nanang di Jakarta (3/4/2022).

Menurut Nanang, bagaimanapun juga dana pemerintah untuk melaksanakan program SEHATI tersebut terbatas. Jadi tidak akan bisa mengcover puluhan juta pelaku Usaha Mikro Kecil di seluruh Indonesia. Bila pelaku usaha memandang Sertifikat Halal adalah pendukung daya saing produknya, maka tentu mereka akan sukarela untuk membiayai sendiri. Bahkan mereka segera mengurus Sertifikat Halal, tanpa harus menunggu menjelang tanggal 17 Oktober 2024, disaat diberlakukan sanksi bagi pelaku usaha yang produknya belum bersertifikat halal, padahal menurut regulasi produk tersebut wajib bersertifikat halal.

Baca Juga Artikel: Logo Halal Baru BPJPH Aktor,MUI Juga Aktor

“Bila paradigma pelaku usaha adalah Sertifikat Halal sebagai penguat, sebagai pendukung daya saing produk, maka ya kenapa harus menunggu sampai menjelang 17 Oktober 2024. Ya lebih cepat produknya memiliki daya saing, ya makin bagus dong. Apalagi disaat produk kompetitornya, belum bersertifikat halal. Bila seperti ini paradigma pelaku usaha kita, maka tidak butuh waktu lama bagi Indonesia untuk bisa menggeser posisi Malaysia dalam industri makanan minuman halal dunia,” pungkas Nanang yang berprofesi sebagai Penyelia Halal tersebut. Semoga artikel tentang Indonesia Bisa Nomor Satu, Tergantung SDM dan Paradigma Pelaku Usaha ini bisa menambah wawasan buat kita semua.(Abih Alfi)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *